Daerah Istimewa Yogyakarta. (nb. buat para reader, kalau ada yang salah dan tau yang benar dengan memiliki bukti langsung kritik di coment ya) Sebuah Kerajaan yang kemudian memilih bergabung ke NKRI setelah indonesia merdeka. Menurut bacaan yang pernah saya baca, ketika masa sebelum kemerdekaan, Sri Sultan Hamengkubowono IX ditawari untuk menjadi raja se-Jawa oleh pemerintah kolonial Belanda. Tetapi Sri Sultan Hamengkubuwono IX lebih memilih untuk bergabung ke dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Jika saja saat itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX menerima tawaran Belanda, bisa saja Indonesia tidak merdeka pada 17 Agustus 1945. Ataupun jika merdeka, mungkin kondisi wilayahnya tidak seperti saat ini. Sri Sultan Hamengkubuwono memilih bergabung ke Indonesia. Itu disampaikan pada Soekarno. Dan Presiden Soekarno pun menyatakan bahwa Yogyakarta masuk NKRI dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX bertanggung jawab penuh atas wilayahnya!.
Apa yang terjadi sekarang? Monarki. Itu sebuah kata yang digunakan untuk menggambarkan kondisi Yogyakarta saat ini. Apa itu monarki? Monarki, berasal dari bahasa Yunani monos (μονος) yang berarti satu, dan archein (αρχειν) yang berarti pemerintah. Artinya Monarki adalah pemerintahan yang dipegang oleh seorang atau sekelompok yang berkuasa penuh. Monarki berlawanan dengan Demokrasi, dimana Demokrasi adalah Dari Rakyat Oleh Rakyat Untuk Rakyat. Dan sekarang, sebuah Kerajaan Monarki berada di dalam wilayah negara Demokrasi. Jogjakarta yang katanya dengan Monarkinya itu, berada di Indonesia yang katanya Demokrasi ini. Apa yang terjadi lagi? Negara jelas berhak mengatur provinsi provinsinya. Indonesia akan mengatur salah satu anggotanya yang berlawanan dengan dirinya. Bagaimana mengaturnya? Nah itu dia yang ribut saat ini. Presiden RI saat ini mencoba untuk melemparkan RUU ke DPR. RUU itu mengatur ke-Istimewa-an Yogyakarta. Perlu diketahui, ada 7 keistimewaan yang ada untuk Yogyakarta, 6 lainnya sudah disetujui. Tinggal satu keistimewaan terakhir, yaitu Penetapan Gubernur DIY adalah Sri Sultan Hamengkubuwono. Ini yang dikatakan sebagai Monarki. Demokrasi akan menghapus Monarki. Berarti satu dari tujuh keistimewaan akan hilang. Akakah Keistimewaan Yogya hilang. Sedangkan Aceh, Papua, dan Ibukota sendiri memiliki keistimewaan masing masing yang lebih muda dari keistimewaan Yogyakarta. Aceh, Papua, dan Jakarta telah di-Istimewakan. Kini tinggal Yogyakarta yang keistimewaannya masih terus di-pending.
Sekarang apa yang dilakukan? Tungu aja Pidato Presiden RI dalam Rapat Paripurna di Istana Negara. Apa yang terjadi, akankah menjadi terang dan bisa diterima rakyat, masyarakat Yogya khususnya. Atau malah semakin runyam sehingga muncul Referendum Yogyakarta? Semoga tidak sampai ada Referendum Di Yogyakarta.
Hmm.....tambahan...Bila Yogya yang dibilang Monarki itu sukses dalam mensejahterakan rakyatnya dengan monarki, Bagaimana dengan Demokrasi di Indonesia?
Jogja selama ini tenang, sesuai slogannya Berhati Nyaman. Tiba tiba disentil. Ibarat bayi yang sedang "anteng", tiba tiba dicubit, disentil, dan dipukul, apa bayi itu akan tetap "anteng".
Analogikan seperti ini. Indonesia adalah orang, dan Yogyakarta adalah salah satu anggota tubuhnya (tangan). Tangan mengalami luka goresan. Luka itu tidak apa apa dan bisa sembuh sendiri. Tetapi, tiba tiba ketika luka belum kering, luka itu di gosok, dipukul. Luka itu akhirnya tambah arah dan bisa saja sulit sembuhnya, apalagi jika ada zat asing yang masuk ke luka itu. Bisa infeksi dan bahkan mengancam hidup orang itu.
0 Tanda Mata:
Posting Komentar