SLIDE 1

belum ada isi-1

SLIDE 2

belum ada isi-2

SLIDE 3

belum ada isi-3

SLIDE 4

belum ada isi-4

SLIDE 5

belum ada isi-5

Jumat, 15 Oktober 2010

Tanah Longsor

Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut.

Faktor faktor yang mengontrol terjadinya proses pelongsoran itu sendiri ada yang berasal dari faktor faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng, dan ada yang bersasal dari proses pemicu longsoran.

Faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng:
  1. Penggundulan hutan, hal ini akan menyebabkan kekuatan tanah untuk mengikat air menjadi berkurang.
  2. Batuan endapan gunungapi dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Kerikil dan pasir sangat buruk dalam mengikat air. Sedangkan lempung, jika sudah jenuh, maka dia tidak akan mengikat air lagi.
  3. Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng cukup tinggi memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.
  4. Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin.
  5. Longsor banyak terjadi di daerah persawahan, dan ladang di lereng yang terjal. Pada persawahan, akar tanaman kurang kuat untuk mengikat butir tanah. Sedangkan untuk daerah ladang penyebabnya karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang cukup dalam.
Proses pemicu longsoran dapat berupa:
    1. Peningkatan kandungan air dalam lereng, air merenggangkan ikatan antar butir tanah. Menjadikan tanah tidak saling erat terikat satu sama lain.
    2. Getaran pada lereng, bisa karena gempa bumi, ledakan ataupun lainnya.
    3. Terlalu besarnya beban yang ditopang oleh suatu lereng, mengakibatkan lereng tidak kuat menahan beban yang ada diatasnya.
    4. Pemotongan kaki lereng secara sembarangan yang mengakibatkan lereng kehilangan gaya penyangga.
    5. Susutnya muka air yang cepat di danau dapat menurunkan gaya penahan lereng, sehingga mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
Gangguan kestabilan lereng ini dikontrol oleh kondisi morfologi (kemiringan lereng), kondisi batuan/tanah penyusun lereng, dan kondisi air pada lereng. Tetapi walaudalam suatu lereng dinyatakan rawan longsor, karena gangguan kestabilan lereng tadi, namun lereng tersebut belum akan longsor jika tidak dipicu oleh proses pemicu longsoran.

Resiko dari longsor sendiri sebenarnya dapat dikurangi / diminimalisir. Hal hal yang dapat mengurangi resiko dari longsoran itu antara lain seperti :
    1. Tidak menempatkan pemukiman atau melakukan pembangunan di daerah rawan longsor.
    2. Mengurangi tingkat keterjalan lereng.
    3. Meningkatkan/memperbaiki dan memelihara drainase. Drainase sebaiknya cepat/lancar. Jangan sampai ada air yang meresap ke tanah terlalu banyak.
    4. Pembuatan bangunan penahan.
    5. Membuat terasering dengan system drainase yang tepat.
    6. Penghijauan dengan tanaman yang cocok dan dengan jarak yang cocok dengan keterjalan lereng .
    7. Sebaiknya dipilih tanaman lokal yang digemari masyarakat, dan tanaman tersebut harus secara teratur dipangkas ranting‐rantingnya/cabangcabangnya atau dipanen.
    8. Khusus untuk aliran butir dapat diarahkan dengan pembuatan saluran.
    9. Untuk runtuhan batu dapat dibuatkan tanggul penahan/tanaman penahan.
    10. Pengenalan daerah yang rawan longsor.
    11. Identifikasi daerah yang aktif bergerak, dapat dikenali dengan adanya rekahan rekahan berbentuk ladam (tapal kuda).
    12. Memperkuat pondasi bangunan (menggunakan pondasi tiang pancang).
    13. Melakukan pemadatan tanah disekitar perumahan.
    14. Penutupan rekahan rekahan diatas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah.
    15. Utilitas yang ada didalam tanah harus bersifat fleksibel.
    16. Relokasi jika diperlukan.

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Longsoran Translasi, Longsoran translasi adalah ber‐geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
  1. Longsoran Rotasi, Longsoran rotasi adalah bergerak‐nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.
  2. Pergerakan Blok, Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.
  3. Runtuhan Batu, Runtuhan batu terjadi ketika sejum‐lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng‐gantung terutama di daerah pantai. Batu‐batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.
  4. Rayapan Tanah, Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan iang‐tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.
  5. Aliran Bahan Rombakan, Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

Jumat, 08 Oktober 2010

Tsunami

Dalam tulisan saya kali ini saya akan mencoba menjelaskan secara singkat, sedikit tentang proses bagaimana tsunami itu terbentuk. Tsunami sebenarnya sama dengan ombak pada umumnya. Yaitu gelombang yang ada pada laut dalam, dan ketika mencapai zona pecah gelombang (breaker zone), maka gelombang tersebut akan pecah dan menghasilkan ombak. Jika gelombang yang ada hanya gelombang laut biasa, maka ombak yang dihasilkan juga akan berupa ombak yang biasa saja. Gelombang kecil akan menghasilkan ombak yang kecil. Ketika ombak kecil, maka pengaruh angin masih dapat mempengaruhi ombak tersebut.

Untuk Tsunami, gelombang yang datang menuju breaker zone bukan gelombang normal di laut tersebut. Gelombang yang datang merupakan gelombang yang berkali kali lebih besar dari gelombang laut umumnya. Gelombang besar seperti itu, memerlukan tenaga ataupun energi yang besar untuk membentuknya. Agak tidak mungkin jika gelombang yang bisa menimbulkan tsunami itu hanya dibentuk oleh tenaga angin (darat/laut). Meskipun ada beberapa hal yang bisa membentuk gelombang sebesar itu, namun pada umumnya tenaga atau energi yang normalnya membentuk gelombang besar tersebut adalah gempa tektonik dasar laut. Sehingga sebelum Tsunami terjadi, biasanya ada gempa yang cukup besar lebih dahulu terjadi. Mungkin, tidak ada tsunami yang datang tiba tiba tanpa ada gempa yang mendahuluinya. Tapi tidak semua gempa tektonik dasar laut akan menimbulkan tsunami. Diperlukan keadaan ideal untuk tsunami, sehingga tsunami tersebut terbentuk. Bila setelah terjadi gempa ada gejala air laut surut tiba tiba, maka kemungkinan terjadinya tsunami sangat besar. Dengan gejala gejala tersebut, maka tercipta sebuah early warning untuk tsunami. Dengan early warning ini, diharapkan dampak dari tsunami dapat di minimalisir.

Berikut ini gambar proses terjadinya tsunami.

  1. Air laut dalam keadaan normal.

  2. Sebuah patahan di dasar laut beraktivitas, menyebabkan gempa bumi tektonik. Ketika patahan ini bergerak, maka aka ada ruang yang kosong karena gerakan patahan tersebut. Hal ini mengakibatkan air laut yang ada di atasnya akan mengisi daerah yang kosong ini. Kemudian, ini menyebabkan adanya kekosongan air laut di daerah atas patahan tersebut. Secara otomatis air laut di daerah pantai akan mengisi kekosongan ini. Sehingga air laut di daerah pantai mengalami surut secara tiba tiba.

  3. Pergerakan air laut saling isi mengisi ini akan menyebabkan banyaknya pergerakan air laut dalam massa yang sangat besar. Pergerakan pergerakan ini akan menimbulkan gelombang laut yang sangat besar di tengah laut. Kemudian gelombang gelombang ini akan bergerak kesegala arah.

  4. Bila gelombang itu bergerak ke laut dalam (samudra), maka gelombang laut itu tidak akan berbahaya. Namun ketika gelombang besar itu bergerak ke arah darat, maka ketika gelombang besar itu mencapai breaker zone, gelombang besar tersebut akan pecah, menghasilkan ombak yang sangat besar. Ombak besar inilah yang biasa disebut Tsunami.